Rabu, 26 Januari 2011

Cerita Di Pagi Hari
Pagi ini aku menyaru sebagai aku tujuh tahun yang silam. Rupaku teramat lugu, memakai kaca mata dengan palungan rambut ke samping. Aku berkaca di hadapan cermin misterius. Cermin itu disebut misterius karena banyak hal yang akan terpantul selain wajah asliku. Aku menemukan dosa yang terlihat dari cekung pipiku, ada juga mata jalang yang menerawang tajam pada keindahan tubuh jelita. Mulutku yang terpasung oleh kebohongan. Ini bukan makrifat atau maksiat. Menurutku apa yang aku temukan dalam cermin itu hanyalah aku yang terikat oleh utusan Ifrid. Jejak masa lalu menunggu di khadirat waktu sebagai ungkapan napak tilas akan adaku. Aku masih ada disini, berdiri dari kehampaan yang tergesa-gesa karena dikejar waktu tua. Aku menengok wajah luguku kembali. Ada perubahan dari wajahku yang baru saja aku lihat. Cermin itu jujur, wajahku sekarang menorehkan kekerasan hati yang tak bisa ditahan oleh tanggul iman sekalipun. Aku terpekur, dan memberontak pada Dzat penciptaku karena wajah yang Ia tampilkan bukanlah wajahku. Seseorang mendatangiku, ia menertawaiku.’’Tragis sekali hidupmu kawan.Kesendirian yang kamu rasakan juga pernah aku rasakan” katanya.’’Siapa kamu?” tanyaku.Orang itu terus menertawaiku. Ia semakin dekat dengan tempat dimana aku berdiri. Wajahnya mengandung keresahan, sama seperti wajahku. Dalam hati aku menerka kemungkinan dia adalah aku yang lain. Namun segera aku menampisnya. Orang itu bukanlah aku. Dia lebih berwibawa. Aku mencium bau surga, seperti juga yang dialami Anas bin an-Nadhr rhodiyallaahu ‘anhu, ketika perang Uhud. Atau mungkin dia malaikat yang akan menjemput jiwaku menuju padang Mashar. Semua prasangka itu adalah bentuk kepasrahanku pada sang Khalik. Aku membaca kalimat Syahadat ’’Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah’’. Ada getir ketakutan yang membuncah dalam diriku ketika membaca kalimat itu. Dosa. Tidak !!yang aku takutkan bukanlah dosa. Aku percaya manusia diciptakan untuk berbuat dosa. Kesendirian. Satu peristiwa yang sering aku jalani. Orang itu pernah sendiri, sama sepertiku. Artinya aku bukan satu-satunya manusia yang dikutuk untuk sendiri. Apa gunanya Tuhan menciptakan kaum berlainan jenis denganku kecuali kaum itu untuk mendampingi pasangan hidupnya. Aku ingin tertawa juga mengikuti alur tawanya. Aku sudah tak sendiri dalam kesendirian. Dan aku memang ingin sendiri dulu lepas dari apa yang aku ingini. Orang itu memberiku sebuah gulungan kecil. Warnanya hitam, bukan kuning atau putih yang dicari banyak orang sebagai perhiasan. Ia kemudian berkata lagi ’’Tenanglah, kamu akan menemukan ketentraman hati dikala gadis itu mendatangimu”. Kata-katanya penuh teka-teki. Gadis siapa? Dimana? Dan kapan dia datang padaku?Aku bertanya-tanya lagi pada batinku. Orang itu kemudian menghilang, bagaikan kabut yang diserbu angin beliung. Bekasnya sudah raib, namun wujudnya terkenang. Dering ponsel membangunkan tidurku. Di sampingku ada beberapa teman masih pulas dengan tidurnya. Pagi masih menjelang. Malas dan kantuk menginginkan aku untuk tidak keluar ruang sekretariat ini. Di tempat ini aku menghabiskan waktu. Aku menamakannya rumah kedua. Selain ada teman, aku bisa menemukan ketenangan dari diriku sendiri. Mimpi yang baru saja aku alami semakin menunjukkan titik terang akan keresahanku selama ini. Akan ada seseorang yang datang dalam hidupku, bisa menemani dan mendorongku untuk terus tegar dalam menjalani hidup, serta memotivasiku dikala aku lemah. Siapakah gadis yang dimaksud orang yang mendatangiku dalam mimpi itu? Bukankah sebelumnya aku sudah menjalani kisah dengan mahluk jelmaan Hawa itu. Mungkin gadis itu ada bersamaku sekarang ini. Namun kali ini apa yang beda dengan gadis yang akan menemuiku kelak.
 aku akan menunggunya. 17 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar