Selasa, 25 Januari 2011

Resensi Spesial Novel Terbaru Habiburrahman El Shirazy ‘Bumi Cinta’

Novel yang paling ditunggu-tunggu di tahun 2010 ini telah hadir. Lagi-lagi Kang Abik kembali membuat Indonesia harus jujur mengakui Kiai yang “nyastra” ini adalah salah satu novelis terbaik sepanjang masa. Dan Anda tak perlu terkejut jika sesaat setelah membuka sampul plastik novel, lalu mulai membaca, dan membacanya terus, hingga Anda tak bisa menghentikannya …
Novel yang bersetting musim dingin bersalju hingga awal musim semiThe Godfather yang hangat  ini dibingkai dengan cover yang apik dan unik. Dimana personifikasi nama penulis lebih ditonjolkan daripada judulnya sendiri. Sebagaimana Mario Puzo dengan The Godfather atau Omerta-nya, yang dalam cover novelnya, nama Mario Puzo lebih mendominasi atau hampir sama dengan judulnya. Itu karena kualitas penulis sudah tidak lagi berharap pada manisnya judul. Apapun judulnya, atau bahkan tanpa judul sekalipun, asalkan Habiburrahman El Shirazy, adalah kualitas nomor satu. Begitulah.
Cover novel bergambar Lapangan Merah (Red Square) lengkap dengan Gereja St. Basil Moskwa Rusia yang tengah bertabur salju. Banyak spekulasi yang mengatakan bahwa bangunan dan interior dari Cathedral of Saint Basil the Blessed atau Katedral Intersesi atau Pokrovsky Cathedral itu adalah membaw a unsur-unsur tertentu dari monumen-monumen Timur Lenk di Samarkand, atau unsur dari masjid Qolsharif di Kazan. Mungkin hal itu benar, karena bentuk kubah-kubahnya pun memang lebih mirip masjid daripada sebuah gereja. Tapi hal itu tetap menjadi spekulasi karena sampai saat ini pun bentuk asli masjid Qolsharif di Kazan tak pernah diketahui. Wallahu ‘alam.
Sedangkan foto berukuran besar Kang Abik plus senyum manisnya menghiasi sampul belakang novel ini. Jujur, cover bagian belakang novel ini begitu nyantol di hati.
Cover Belakang Bumi Cinta Novel setelah 546 halaman ini dibuka dengan suasana bandara Sheremetyevo yang tengah berselimut salju. Muhammad Ayyas, pemuda Indonesia jebolan Universitas Islam Madinah yang tengah menyelesaikan master sejarah S2 di India sengaja datang ke Moskwa untuk melakukan riset penelitian untuk tesisnya. Devid, seorang kawan lamanya membantu Ayyas untuk mencarikan apartemen yang cocok untuknya. Apartemen tua tersebut berada di Smolenskaya, yang dibangun pada zaman pemerintahan Stalin, dan tepat berhadapan dengan The White House Residence.
Sayangnya, meskipun memiliki kamar tidur sendiri dalam apartemen itu, Ayyas harus berbagi ruang tamu, dapur, dan kamar mandi dengan dua wanita cantik, Linor dan Yelena. Yang tak tanggung-tanggung, Yelena adalah pelacur high class, atheis, yang menyamar sebagai guide bagi turis-turis asing yang berkunjung ke Moskwa. Sedangkan Linor adalah jurnalis sekaligus seniman orkerstra yang piawai bermain biola, padahal sebenarnya agen Mosad.
Dari sinilah konflik demi konflik dimulai. Ayyas, seorang muslim berjuang dengan keteguhan iman melawan kondisi Moskwa yang menjunjung freesex dan kebebasan tak bertuhan. Belum lagi dengan kehadiran Doktor Anastasia Palazzo, asisten Profesor Abramov Tomskii, yang membimbing penelitian Ayyas di Moskovskyj Gosudarstevnnyj Universiteitimeni Lomonosova (GMU). Sosok cerdas nan anggun Anastasia menjadi cobaan tersendiri bagi Ayyas, yang sebenarnya Anastasia sendiri jatuh hati pada Ayyas.
Dalam novel ini, Kang Abik menyajikan adu argumentasi dua tokohnya dengan memikat, Ayyas dan Anastasia. Begitu dewasa dan berkelas. Salah satunya saat Anastasia meminta Ayyas untuk menjelaskan manfaat mempelajari Sejarah. Dan Ayyas pun menjawabnya dengan gambaran rinci bagaimana kehidupan dan perjuangan Anastasia sendiri sebelum menjadi doktor di GMU. Juga saat Ayyas yang membantah teori Nietzche yang mengatakan bahwa Tuhan telah mati, di sebuah seminar.
Hal ini tentu saja membuat keimanan kita kepada Allah semakin tebal dan bertambah, Insya Allah, juga pengetahuan tentang sejarah. Jika tak berlebihan kiranya jika saya mengatakan, seperti membaca buku ensiklopedi sejarah yang tebal dengan rasa novel yang tak membosankan.
Diceritakan saat Ayyas sepulang dari Moskovsky Soborni Mechet atau Masjid Agung Moskwa, Ayyas menjumpai Linor tengah bergumul dengan Sergei Gadotov, seorang tangan kanan Boris Melnikov, Bos gang mafia Voykovskya Bratva, di ruang tamu apartemen. Ayyas merasa jijik dan langsung masuk ke dalam kamar, lalu memutar Murattal Al Qur’an dari laptop-nya keras-keras. Terang saja Sergei tersinggung dan marah besar. Perkelahian pun tak terelakkan.
Pada bagian ini, jujur saya tersenyum-senyum sendiri, berbeda dengan novel-novel sebelumnya, kali ini Kang Abik juga menampilkan tokoh yang piawai bersilat Thifan Po Khan, semacam bela diri Muslim China. Alur tempo cerita pun Kang Abik percepat sedekimian rupa, hingga saya merasa menikmati layaknya cerita silat Kho Ping Hoo. Ciat … ciat … ciat … .
Ayyas membuat Sergei tak beradaya. Saat Linor berusaha melerai, justru Sergei memukul dan mencekiknya. Beruntung Ayyas segera menolongnya. Kali ini Sergei benar-benar sekarat. Linor membawa Sergei keluar apartemen dengan mobilnya. Linor berencana menghabisi Sergei. Tapi Sergei mati dalam perjalanan. Naluri Mosad Linor pun bereaksi. Linor melenyapkan dan mengalihkan bukti-bukti agar pembunuhan bukan seolah-olah karena Ayyas dan Linor.
Di lain kesempatan, Ayyas menyelamatkan Yelena yang nyaris mati setelah anak buah Olga Nikolayenko, mucikarinya, menganiaya Yelena dan membiarkan tak berdaya di jalan bersalju.
Namun, Boris merasa tak begitu saja percaya dengan alibi Linor. Boris pun mencurigai Linor. Melihat nyawanya terancam bahaya, Linor meminta untuk Yelena untuk meletakkan ponsel Sergei di kamar mandi Olga Nikolayenko. Dengan demikian, Boris akan menyangka Olga lah pelakunya. Akibatnya, pastilah terjadi pertempuran dahsyat antara dua mafia, Voykovskaya Bratva yang di pimipin Boris, dan Tushinskaya Bratva yang dipimpin Vladimir Nikolayenko, suami Olga Nikolayenko. Yelena pun menyetujui rencana Linor agar Yelena benar-benar terlepas dari kekangan Olga dan kehidupan kelamnya.
Rencana busuk Linor dan Ben Solomon lainnya adalah membuat alibi seolah-olah Ayyas lah pelaku bom di Hotel Metropol dengan meletakkan bahan bom dalam ransel di kamar Ayyas.
Intrik demi intrik berbau mafioso ini membuat saya seperti membaca The Godfather.
Tak hanya itu, sindiran pada Indonesia yang tak seperti Rusia dalam melestarikan cagar budayanya juga Kang Abik hadirkan dalam novel ini. Sisa-sisa bangunan Rusia di masa lalu masih terawat baik, sementara Kerajaan Majapahit, Sriwaja, dan Demak yang kondang itu tak dijumpai utuh. Juga bagaimana Rusia membangun stasiun seperti musium yang anggun dan berkelas.
Akankah Ayyas akan tergoda dengan genitnya Linor, seksinya Yelena, atau anggunnya Anastasia? Berhasilkah rencana Linor mengadu domba dua kelompok mafia itu? Berhasilkah alibi Linor dan rencana pengeboman Hotel Metropol? Apakah Yelena dapat keluar dari kehidupan kelamnya dan mempercayai kembali adanya Tuhan? Akankah pernikahan Anastasia Pallazo dan Boris Melkinov? Bagaimana pula pertunangan Ayyas dan Ainal Muna? Siapakah Linor sebenarnya? Lalu bagaimana dengan Devid? Akankah Devid kembali ke jalan yang lurus?
Wow, sungguh tak bijak rasanya jika saya menceritakan semuanya di sini. Karena Anda akan kehilangan kenikmatan novel ini seutuhnya. Itu karena Kang Abik dalam novel “Bumi Cinta” ini sungguh menyajikan kejutan-kejutan di sana-sini yang pastinya akan membuat Anda tercengang. Ditambah lagi alur yang tak mudah ditebak dengan kecepatan alur yang diatur sedemikian rupa, hingga tak terasa membosankan.
Meskipun pada akhirnya Kang Abik membuat ending yang tragis dan sedikit terbuka. Hingga menjadikan banyak pembaca yang berharap ada kelanjutan dari novel “Bumi Cinta” ini.
Dan yang paling penting sebenarnya adalah hikmah yang terkandung sebagaimana Kang Abik jelaskan dalam prolog novel ini, yakni sebuah tadabbur Firman Allah QS. Al Anfal [8]: 45-47, tentang resep mujarab yang telah Allah berikan guna menghadapi musuh-musuh iman; [1] berteguh-hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya; [2] taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan; [3] bersabarlah; dan [4] janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah.
Juga nasihat Kiai Lutfi Hakim, “Eling-elingo yo Ngger, endahe wanojo iku sing dadi jalaran batale toponing poro santri lang santri agung!”, yang artinya “Pesona wanitalah yang membuat para santri gagal bertapa!”
Akhirnya, saya membayangkan jika nantinya novel ini difilmkan, mungkin akan semegah The Godfather dan seromantis Winter Sonata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar